Menyantap sate kambing di petang atau malam hari dengan
ditemani segelas teh poci hangat sungguh terasa nikmat. Terlebih lagi beberapa
bungkus nasi yang terbungkus daun jati semakin menambah kenikmatan dalam
menyantapnya. Rasa tidak sabar menunggu giliran sate yang selesai dibakar
terasa berhenti sesaat ketika aroma asap bakaran khas sate kambing terhirup,
selain itu seseruput demi seruput teh manis poci hangat terasa nikmat di lidah
dan mulut. Setelah seorang pelayan menyerahkan sepiring sate kambing dengan
sepiring bumbu kecap, bawang merah, cabe rawit dan tomat, rasanya sudah tidak
sabar tangan ini menyergapnya, namun baru tersadar tangan harus pula dicuci di
kobokan dengan air jeruk nipisnya. Setusuk demi setusuk mulut ini lahap
menyantapnya, padahal perut ini sekitar 2 jam yang lalu sudah terisi nasi
campur. Tapi rugi rasanya bila melewati begitu saja sebuah warung sate di pertigaan
Ketanggungan Barat Brebes yang tidak setiap bulan kulalui. Setelah semua sate
habis kusantap, mulut terasa asam bila tak menikmati beberapa cangkir teh poci
hangat dengan sebatang rokok.
Itulah sedikit gambaran seseorang menikmati hidangan
istimewa walaupun sebulan sekali yaitu sate kambing. Uang saku sebanyak Rp.
30.000 untuk sate kambing dengan irisan sebesar 2 cm per bijinya sebanyak 10
tusuk, Rp. 5.000 untuk 2 bungkus nasi, dan Rp.5.000 lagi untuk sepoci teh manis
hangat dengan total Rp. 40.000 terasa tidak sangat keberatan untuk dikeluarkan hanya
demi menyantap hidangan istimewa sebulan sekali tersebut.
Seperti kecanduan makan sate kambing, bukan hanya di kotaku
Cirebon tetapi juga Brebes dan Indramayu.
Sebagian penggemar kuliner meyakini bahwa sate kambing
berkhasiat meningkatkan kekuatan sex, namun sebagiannya lagi menganggap bahwa
daging kambing berbahaya bagi penderita penyakit stroke. Namun anggapan baik
dan buruk terhadap sate kambing atau daging kambing tersebut perlu duji oleh
pihak yang memiliki keahlian tertentu.
Berikut kutipan yang diambil dari website Institute
Pertanian Bogor :
Salah kaprah tentang daging kambing sudah terlanjur terjadi di
tengah-tengah masyarakat. Daging kambing dituding sebagai biang dari penyakit.
Benarkah demikian? Berikut adalah fakta nutrisi daging kambing :
Daging kambing memiliki kandungan lemak total, kolesterol, lemak jenuh
(saturated fat) yang lebih rendah jika dibandingkan dengan daging lain pada
umumnya. Kandungan protein daging kambing hampir sama dengan daging lainnya,
akan tetapi daging kambing memiliki karakterisik yang khas dalam hal lemah
jenuh dan kolesterol.
Daging kambing memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah dan
kandungan yang lebih tinggi lemak mono dan polysaturated nya. Hal ini dapat
dilihat apabila setelah daging kambing dimasak akan terlihat lebih banyak
cairan lemak yang keluar menetes.
Kandungan lemah jenuh yang lebih rendah ini dan juga kandungan
kelesterolnya yang lebih rendah menunjukkan bahwa daging kambing itu sehat.
Disamping itu daging kambing memiliki kandungan iron, potassium dan thiamine
yang lebih tinggi, dilain pihak kandungan sodiumnnya lebih rendah dibandingkan
dengan daging lain.
Hasil analisa menunjukkan bahwa daging kambing memiliki lemak 50% lebih
rendah dibandingkan dengan daging sapi dan 45% lebih rendah dibandingkan dengan
daging domba, akan tetapi rasanya masih tetap enak.
Di beberapa kota seperti Cirebon dan Brebes, tidak sulit
untuk menemukan pengusaha kuliner sate kambing. Sebut saja di sepanjang Jalan
Pangeran Sutajaya antara Gebang hingga Pabuaran di Kabupaten Cirebon seperti di
dekat Kantor Desa Sasak Karangwangun, sebelah timur dan pertigaan SMA Babakan,
depan kantor KUA Babakan, Warung Sate “Mang Said” di sebelah barat MTsN
Babakan, Warung Sate “Mang Ja’i” di samping Indomart Babakan, Warung Sate
“Wamna” depan SDN 1 Babakan dan di beberapa tempat lainnya. Sedangkan di Brebes
tepatnya di sebelah utara perempatan Kersana terdapat Warung Sate “Bandung”, beberapa
warung sate di sepanjang jalan antara Kersana hingga pertigaan Ketanggungan
Barat, serta di Tanjung yang berada di jalan pantura. Perbedaannya, bilamana
warung sate di Cirebon menyajikan sate dengan irisan kecil daging kambing sekitar
1,25 cm per bijinya dengan bumbu kecap, biji bawang merah, cabe rawit hijau
dengan harga kisaran Rp. 28.000 – 30.000 per satu kodi (20 tusuk). Sedangkan
bila di Brebes irisan daging kambingnya berukuran besar atau 2 kali lipat sate
di Cirebon serta bumbu yang ditawarkan juga ada 2 pilihan yaitu kecap atau
kacang.
Berbagai keunikan yang ditawarkan pengusaha sate kambing,
umumnya yaitu pada proses pembakaran sate menghasilkan asap yang membuat nafsu
makan bertambah, sedangkan keunikan khususnya adalah penggunaan pikulan sate
yang terbuat dari bambu, padahal pengusaha sate tersebut tidak menjajakan
satenya sambil berjalan keliling kampung memikul keranjang sate. Tapi, pikulan
sate itulah ciri khas pedagang sate kambing. Keunikan khusus lainnya yaitu di
warung sate kambing yang berada di Ketanggungan Kabupaten Brebes, di warung
sate kambing tersebut juga memanjakan konsumennya dengan adanya minuman teh
hangat “poci”, bukan berarti merk teh tersebut poci, melainkan poci tersebut
adalah tempat teh hangat yang terbuat dari tanah liat yang sudah dibakar.
Selain itu, warung sate kambing di Ketanggungan tersebut menjual telor asin
pengasapan dan juga poci.
Dengan hanya bermodalkan daging kambing per kilogramnya
sekitar harga Rp. 80.000 an bisa menghasilkan antara 60 – 100 tusuk, kecap,
bawang merah, cabe rawit, tomat hijau / merah, tusuk sate, beberapa bungkus
nasi putih yang dibungkus daun jati, pisang ataupun kertas nasi, 2 bungkus plastik arang maka dapat terjual
sate kambing siap santap per 20 tusuk (1 kodi) sekitar Rp. 28.000 – 30.000
belum termasuk sebungkus nasi seharga Rp. 2.000. Jam buka warung sate kambing
bervariatif, ada yang buka antara jam 08.00 hingga jam 17.00 bahkan hingga jam
22.00, ada juga yang baru buka dari jam 17.00 hingga jam 22.00.
Satu contoh perhitungan adalah penjual sate kambing yang
buka dari jam 17.00 hingga jam 22.00 atau sekitar 5 jam. Dalam 1 buah alat
dudukan pembakaran sate bisa menampung sekitar 40 tusuk yang dibakar selama 10
menit. Jam buka selama 5 jam efektifnya adalah 4 jam bisa melayani 24 transaksi
dengan rata-rata 1 kodi (20 tusuk) per transaksi atau sekitar 24 kodi (480
tusuk). Bilamana dalam jumlah tersebut dihitung per kilogram daging
menghasilkan 100 tusuk, maka penjual tersebut cukup menyediakan antara 4,8
hingga 5 kg dengan modal daging kambing Rp. 400.000 per hari, namun pemasukannya
adalah 24 kodi x Rp. 30.000 yaitu Rp. 720.000 per hari, itupun belum termasuk
penjualan nasi bungkusnya. Tidak semua pembeli sate kambing disantap di tempat,
sebagian membawa dan menyantapnya di tengah keluarganya di rumah. Biasanya
dalam menyantap 1 kodi sate kambing, seseorang membutuhkan 2 sampai 3 bungkus
nasi, sehingga diperkirakan dalam 1 hari terjual 20 hingga 30 bungkus nasi. Bisa
diperkirakan keuntungan bersih pedagang sate ini antara Rp. 250.000 an per hari.
Sepintas lalu pedagang sate ini berpakaian sangat sederhana
yaitu kaos, pakaian dan sekujur tubuhnya pasti menempel bau anyir daging maupun
asap sate kambing. Tidak seperti orang kantoran yang serba rapih dan harum
pakaiannya. Tapi, penghasilan bersihnya pedagang sate ini terbilang luar biasa
yaitu Rp. 7.500.000 per bulannya. Luar biasa dan gak nyangka ...
Ini kalkulasi atau analisa keuangan usaha sate kambing yang saya
buat sebagai konsumen atau pengamat. Mungkin kalau ditanyakan kepada
pengusahanya sangat kurang enak hati untuk menanyakannya.
Nah, untuk lebih rinci tentang analisis keuangan usaha sate
kambing, pembaca bisa menunggu di post tulisan saya berikutnya yaitu Analisis
Keuangan Usaha Sate Kambing di lain kesempatan.
Penulis : Yus Machrus
No comments :
Post a Comment