Waktu
: 21/10/2015 13:03:53
Sumber
: Marwan Jafar Menteri Desa PDTT
JAKARTA
- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
(Kemendesa PDTT) terus memacu pembangunan nasional dalam konsep Desa
Membangun. Konsep ini menjadi kata kunci karena pembangunan harus
melibatkan dan dirasakan seluruh masyarakat Indonesia, utamanya
masyarakat di kampung-kampung.
“Masa
depan Indonesia ada di desa. Ini bisa dilihat secara nyata karena desa
memegang prospek besar bagi perwujudan kedaulatan nasional di masa
depan. Desa menjadi kunci menuju Indonesia yang berdaulat di bidang
pangan dan energi,” ujar ujar Menteri Desa PDTT Marwan Jafar dalam
Seminar Nasional UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, (21/10).
Marwan
menambahkan, menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan dan
energi bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena desa merupakan penyedia
utama sumber-sumber pokok pangan nasional. Potensi pengembangan
pertanian di desa jauh lebih besar dibandingkan wilyah perkotaan. Lahan
pertanian dan Sumber Daya Manusia mayoritas berada di desa.
“Komoditas pertanian yang dihasilkan oleh desa merupakan sumber bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan dan energi baru ramah lingkungan. Misalnya pengembangan saripati singkong menjadi ethanol, minyak kelapa sawit sebagai bahan baku bio fuel, dan lain-lain,” jelasnya.
Dengan
memahami besarnya potensi desa ini, lanjut Marwan, akan terlihat secara
jelas bahwa Desa memegang peran penting bagi kemajuan bangsa Indonesia,
khususnya di bidang pangan dan energi. Namun, dia mengakui bahwa hingga
saat ini desa masih menghadapi banyak permasalahan yang mengancam
perkembangan pertanian, diantaranya ketersediaan lahan sawah, lahan
kering, dan lahan pertanian relatif tetap dan bahkan berkurang karena
ada konversi lahan terbangun untuk permukiman perkotaan. Dalam rentang
2003-2012, perkembangan lahan pertanian sekitar 25 juta hektar.
Masalah
lainnya adalah terkait tingkat pertumbuhan penduduk yang timpang antara
kota dan desa. Pertumbuhan penduduk perkotaan mencapai 2,18% per tahun
lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional
sebesar 1% per tahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di perdesaan
menurun sebesar 0,64%.
Data
ini menunjukkan bahwa angka urbanisasi penduduk desa ke kota cenderung
meningkat. Angka urbanisasi yang tinggi tentu semakin mengurangi angka
angkatan kerja di desa dan berkurangnya angkatan kerja di desa tentu
semakin mengurangi angka produktivitas hasil pertanian, mengingat 83 %
penduduk desa bekerja sebagai petani.
“Selain
itu, desa juga mengalami keterbatasan dalam penyediaan sarana prasarana
produksi, teknologi pertanian, dan keterampilan petani di desa,” tandas
Marwan.
Melihat
peluang dan tantangan ini, Marwan mengingatkan bahwa pemerintah
Jokowi-JK sudah menetapkan paradigma pembangunan desa, yakni dari
Membangun Desa menjadi Desa Membangun. Ini merupakan cara pandang
pembangunan yang menempatkan desa dan masyarakat desa sebagai titik
sentral pembangunan.
Misalnya
jika dusun/kampung maju, maka secara otomatis desa/daerah itu juga akan
maju. Kemudian jika daerah maju maka berpengaruh terhadap kemajuan
provinsi. Begitupun jika provinsi pembangunanya maju, maka praktis
Indonesia menjadi negara maju.
Setidaknya
ada tiga tantangan berat dalam menjalankan konsep Desa Membangun
Indonesia. Yakni desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk, tingginya
urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa, dan
masih tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa.
Pada
tahun 2010, 52,03% penduduk tinggal di perkotaan dan 48 % penduduk
tinggal di perdesaan. Jika kecenderungan ini terus terjadi, diprediksi
dalam 5 dekade (1970-2020) penduduk perkotaan bertambah enam kali lipat
dan sebaliknya penduduk perdesaan berkurang tiga kali lipat. Peningkatan
jumlah penduduk di perkotaan menunjukkan bahwa kota masih menjadi
wilayah yang sangat menarik bagi sebagian besar penduduk di Indonesia.
“Kondisi
desa yang masih memiliki keterbatasan dalam menyediakan lapangan kerja
dan keterbatasan sarana dan prasarana menjadikan masyarakat desa
berbondong-bondong menuju ke kota,” lanjutnya.
Tingginya
urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa.
Tingkat Pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18 % per tahun lebih
tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 %
per tahun. Sedangkan Pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar
0,64 % per tahun. Hal ini menunjukan bahwa kecenderungan masyarakat
ingin bekerja diperkotaan dibandingkan diperdesaan karena lapangan kerja
di perdesaan terbatas.
Adapun
masalah tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa bisa ditelisik
dengan data bahwa jumlah keluarga petani miskin secara nasional sebanyak
3.770.740 KK, yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan
Jumlah 680.942 keluarga. Sedangkan untuk keluarga miskin yang pailing
sedikit adalah di Provinsi Papua Barat sebanyak 4.467 Keluarga.
Sumber :
www.kemendesa.go.id, diakses tanggal 22 Oktober 2015, jam 01.41 WIB
No comments :
Post a Comment