Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan produksi kedelai
nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, untuk menekan impor,
menuju pencapaian swasembada kedelai tahun 2017.
Penggunaan varietas unggul bermutu, ketersediaan air, pemupukan,
pengendalian OPT serta pembuatan drainase menjadi komponen pengungkit
produksi kedelai.
Pengembangan varietas unggul kedelai dengan menggunakan teknologi
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di beberapa wilayah
menunjukkan bahwa dengan sistem budidaya yang tepat dan benar, potensi
hasil varietas unggul kedelai dapat direalisasikan di tingkat petani
guna mendukung peningkatan produksi nasional.
Rata-rata produktivitas kedelai nasional saat ini 1,5 t/ha, sedangkan
peluang peningkatan produktivitas masih cukup besar dengan
mengembangkan potensi produktivitasnya melalui penelitian dapat mencapai
hingga >2 t/ha.
Salah satu gerakan pendampingan dan pengawalan pengembangan varietas
unggul kedelai telah dilaksanakan di Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa
Timur pada musim tanam ke-2 (MK II) 2015 lalu.
Pengembangan varietas unggul kedelai dilaksanakan di lahan petani
seluas 100 hektar di antara hamparan lahan seluas 500 hektar pada bulan
Juli - November 2015, ditanam mengikuti waktu tanam setempat setelah
padi ke dua di wilayah di Desa Tapanrejo, salah satu sentra produksi
kedelai di Banyuwangi, Jawa Timur.
Secara geografis Kecamatan Muncar terletak di sebelah selatan wilayah
Kabupaten Banyuwangi, salah satu dari 24 kecamatan yang merupakan area
tertinggi dengan ketinggian 50 mdpl.
Banyuwangi merupakan sentra kedelai dengan tiga pola tanam yaitu padi-padi, padi-kedelai-kedelai dan padi-padi-kedelai.
Pola tanam di Kecamatan Muncar meliputi padi-padi-kedelai dan
penanaman kedelai jatuh pada musim kemarau ke-2 bulan Juli - November.
Pola tanaman kedelai pada MK II di Muncar memanfaatkan sisa kelembaban
tanah bekas tanaman padi.
Varietas yang dikembangkan di Tapanrejo sebelumnya adalah varietas
lokal yang umumnya para petani menyebut dengan nama Maroloyo atau Glugud
atau Geek atau Jeprik. Produkstivitas kedelai lokal yang umumnya
ditanam petani sangat beragam antara 1,0 - 2,0 t/ha tergantung cara
pengelolaan yang dilakukan serta ketersediaan dan kecukupan air untuk
kebutuhan pertumbuhan tanaman.
Pengembangan varietas unggul kedelai di Muncar melibatkan 234 petani
dari lima kelompok tani yaitu Beringin, Sido Maju, Sekar Petak, Karya
Makmur dan Melati.
Peningkatan produktivitas kedelai di wilayah sentra produksi di
Banyuwangi dilakukan melalui penggunaan varietas unggul dan penyediaan
benih bermutu, pemupukan yang dilakukan sesuai dengan status hara tanah,
bimbingan dan pembinaan langsung di lapang terus menerus, dan
penyediaan air irigasi secara terencana untuk tanaman kedelai di musim
kemarau.
Beberapa varietas unggul kedelai Balitbangtan yang dikembangkan dalam
denfarm dan dalam bentuk superimpos sebagai obyek pengkajian bagi
peneliti antara lain Burangrang, Dena 1, Anjasmoro, Grobogan, Devon-1,
Argomulyo, Dering dan Dewah.
Varietas lokal juga ditanam dengan paket teknologi Balitbangtan
sebagai pembanding kebaruan inovasi teknologi. Teknologi budidaya
disesuaikan dengan kondisi spesifik sumber daya dan potensi yang ada di
lokasi pengembangan.
Pertumbuhan dan penampilan semua varietas kedelai hasil sentuhan
teknologi dari pendampingan dan pengawalan sangat kontras jika
dibandingkan dengan penampilan kedelai lokal yang dikembangkan baik
dengan paket teknologi Balitbangtan maupun yang ditanam oleh petani di
sekitar lokasi pengembangan.
Produktivitas varietas ungul Balitbangtan di Desa Tapanrejo mampu
mencapai 3,0 t/ha pada MK II dan varietas lokal hanya sekitar 1,8 t/ha.
Produktivitas varietas unggul kedelai Balitbangtan di lokasi tersebut
belum mencapai maksimal, karena pada saat penanaman bertepatan dengan
musim kemarau yang panjang sehingga terjadi kekurangan air.
Varietas Dena 1 mampu menghasilkan 3,55 t/ha. Berdasarkan hasil
ubinan, varietas Anjasmoro mencapai produktivitas lebih dari 3,00 t/ha
dan varietas Argomulyo 2,97 t/ha, Burangrang (3,78 t/ha), Dewah (2,92
t/ha), Dena 1 (3,55 t/ha), Devon 1 (3,19 t/ha), Dering (2,99 t/ha) dan
Grobogan (2,86 t/ha). Produktivitas kedelai di area tersebut masih mampu
ditingkatkan jika ketersediaan air mencukupi.
Untuk mempercepat penyebaran dan adopsi inovasi teknologi ke petani
kegiatan pengembangan varietas kedelai dirangkaikan juga dengan kegiatan
temu lapang dan panen raya.
Temu lapang ini sebagai wahana untuk menunjukkan hasil-hasil
pelaksanaan kegiatan dan respon petani, pejabat pemangku dan pengambil
kebijakan di di daerah maupun pusat terhadap pengembangan varietas
unggul kedelai. Temu lapang sebagai media komunikasi antar petani dengan
dinas terkait, peneliti, penyuluh, dan petani lain yang belum
berkesempatan mengaplikasikan inovasi teknologi.
Kesuksesan dalam pengembangan varietas unggul kedelai di
DesaTapanrejo dapat diulang atau direplikasi di wilayah-wilayah lain
dengan berbagai agroekosistem, baik pada lahan-lahan yang pernah
ditanami kedelai maupun pada lahan-lahan baru dalam rangka penambahan
luas tanam melaui program perluasan areal tanam (PAT).
Berdasarkan analisis ekonomi dalam pengembangan varietas unggul
kedelai di Desa Tapanrejo menunjukkan bahwa diantara kedua paket
varietas unggul baru yang dicobakan, varietas Anjasmoro memberikan
keuntungan paling tinggi dengan nilai tambahan pendapatan sebesar empat
kali lebih dari setiap satuan biaya untuk investasi pengganti benih
lokal ke varietas Anjasmoro (MBCR=4,73).
Sedangkan apabila mengganti benih ke varietas Argomulyo mendapatkan
tambahan keuntungan sebesar tiga kali lebih dari penggunaan kedelai
varietas lokal (MBCR=3,61).
Hasil pertanaman dari MP Desember akan dijadikan benih untuk
kelanjutan tanam pada musim berikutnya. Lanjutan pengembangan kedelai
pada musim kemarau pertama (MK 1) pada tahun 2016 akan dilakukan pada
areal Gapoktan Sumberejeki, Desa Tapanrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi
seluas lebih dari 100 hektar.
Dengan pendampingan dan pengawalan aplikasi teknologi budidaya
kedelai, Banyuwangi akan menjadi sentra pengembangan kedelai nasional
dan menjadi barometer untuk pengembangan kedelai di wilayah lain di
Indonesia dengan kondisi agroekologi dan agroekosistem yang berbeda.
Sumber : http://www.litbang.pertanian.go.id/
Sumber : Kementan, diakses tanggal 15 Januari 2016, jam 00.23 WIB
No comments :
Post a Comment